Kamis, 09 Desember 2010

Tulip

Belajar dari Bunga Tulip

Bunga tulip sebenarnya bunga liar yang tumbuh di kawasan Asia Tengah. Orang-orang Turki yang pertama kali membudidayakan bunga ini pada di awal tahun 1000-an dan pada masa pemerintahan kekhalifahan Ustmaniyah, terutama pada masa kekuasaan Sultan Ahmed III (1703-1730) bunga tulip berperan penting, sehingga masa Sultan Ahmed III disebut juga sebagai “Era Bunga Tulip.”
Bunga tulip baru dikenal di Belanda pada abad ke-16 dan menjadi sangat populer di kalangan masyarakat kelas atas di negeri itu. Kata “tulip” sendiri berasal dari bahasa Turki yang artinya “sorban”, semacam kain yang dililit untuk menutupi kepala. Tidak diketahui kapan persisnya negara Kincir Angin itu mulai membudidayakan bunga tulip itu, tapi disebut-sebut bunga tulip mulai dibawa ke Belanda pada sekitar tahun 1550-an oleh kapal-kapal yang berasal dari Istanbul

"Tulip: dari Liar dan Dibudidayakan"
“Membudidayakan” satu kata yang pas sama karakter bangsa Belanda. Mereka menyukai hal yang terkait dengan “Budidaya” yaitu pengusahan secara intensif dan berkesinambungan melalui manajemen yang profesional dan integratif dimana setiap elemen didalamnya bekerja bersama-sama demi sebuah tujuan. Termasuk dalam hal ini adalah “mem budi” dan “mendayagunakan” sumber daya manusianya menjadi unggul, terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan science dan sosial, Penemuan ilmiah yang berdampak luas bagi dunia, dan inovasi dimana Belanda unggul dan terkenal di bidangnya.
Hasil riset ilmiah internasional Belanda bahkan menempati peringkat tinggi. Belanda juga telah mendapat pengakuan internasional sebagai pionir dalam menerapkan sistem Problem-based learning (PBL), yang mampu melatih siswa untuk dapat menganalisa dan memecahkan permasalahan  praktek-praktek yang diberikan secara independen melalui penekanan pada self-study dan disiplin diri sendiri. Pendidikan tinggi Belanda telah diakui reputasinya di dunia.Banyak peraih nobel dari Belanda di berbagai bidang keilmuan seperti Heike Kamerlingh Onnes dan Jacobus Enricus dalam keilmuan fisika dan masih banyak lagi peraih nobel-nobel dalam bidang ilmu sains dan sosial.
Kembali ke negeri kita tercinta, Republik Indonesia. Jika bicara Belanda-Indonesia, Orang-orang tua kita nggak akan lupa sama yang namanya penjajahan bangsa Belanda. Itu kenyataan yang menjadi fakta dan realita sejarah. Ada sisi negatif dan sisi positif dari kejadian ini tergantung kita menyikapinya. Hal positif yang sejak dahulu dilakukan Belanda untuk balas budi terhadap Bangsa Indonesia salah satunya adalah di bidang pendidikan.
Salah satunya pada tahun 1901, pihak Belanda mengamalkan apa yang dipanggil mereka sebagai Politik Beretika (bahasa Belanda: Ethische Politiek) yang termasuk perbelanjaan yang lebih besar untuk mendidik orang-orang pribumi serta sedikit perubahan politik. Di bawah Gubenur Jeneral J.B. van Heutsz, pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang tempoh penjajahan mereka secara langsung di seluruh Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan asas untuk negara Indonesia pada saat ini.
Itu adalah masa yang sudah jauh dari kemerdekaan. Pada masa saat ini, Belanda lebih Intensif menjalin kerjasama pendidikan dengan Indonesia.  Saat ini Dalam MoU, pemerintah kerajaan Belanda yang dikoordinasikan oleh Neso-Indonesia akan memberikan beasiswa sebanyak 200 mahasiswa Indonesia ntuk program post doktorate di perguruan tinggi Belanda, hingga saat memiliki 1300 program studi Internasional dengan bahasa Inggris sebagai pengantar. Total hibah adalah sebesar ï‚  5.500.000 (sekitar Rp. 74. 000.000.000,00) per tahun.
Kerjasama pendidikan yang lebih baik di dukung dengan fakta terkini, Indonesia berada di peringkat kedua jumlah mahasiswa asal Asia yang menimba ilmu di Belanda. Dengan jumlah mahasiswa mencapai 1.350, Indonesia berada di urusan kedua setelah Cina, dengan jumlah 5.000 mahasiswa, dan disusul kemudian oleh India, 550 mahasiswa, Korea Selatan, 450 mahasiswa, serta Vietnam, 450 mahasiswa (Kompas).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar